Salah satu kisah kesaktian atau karomah yang dimiliki Sunan Gunung Jati adalah mampu menaklukkan ular naga raksasa.Berkat karomahnya itu sang naga raksasa berubah menjadi senjata pusaka yang sangat sakti.
Kisah ini tercatat dalam naskah kuno Cirebon yang bernama Naskah Mertasinga.
Sekadar mengingatkan, naskah ini banyak menceritakan soal keraton di Cirebon hingga disinggung soal kerajaan Banten.
Naskah Mertasinga ini merupakan hasil alih aksara dan alih bahasa dari naskah-naskah lama mengenai Babad Cirebon dan Pajajaran yang diberi kata pengantar oleh Sultan Sepuh Kasepuhan, P.R.A. Dr H Maulana Pakuningrat SH, dan Ahli Sejarah Dr Uka Tjandrasasmita.
Dalam naskah tersebut senjata pusaka yang merupakan perubahan wujud dari seekor naga raksasa itu diberi nama keris pusaka Sang Hyang Naga.
Dinamakan Sang Hyang Naga karena keris tersebut merupakan jelmaan dari seekor naga besar yang Sunan Gunung Jati taklukkan pada saat malam Lailatul Qadar, bulan Ramadhan.
Diceritakan, Sunan Gunung Jati selalu memfokuskan diri beribadah saat bulan Ramadhan di Gunung Jati.
Pada hari ke 28 di Bulan Ramadhan, ketika Sunan Gunung Jati sedang melaksanakan salat sunah di sepertiga malam, tiba-tiba beliau diganggu oleh seekor ular naga.
Ular naga rakasasa tersebut berada disampingnya , berupaya untuk menggangunya, namun Sunan Gunung Jati tetap melanjutkan salatnya.
Setelah selesai salat, ular naga raksasa itu tetap berada di sekitar Sunan Gunung Jati, namun lagi-lagi beliau tidak menghiraukannya dan melanjutkannya dengan berdzikir (wirid). Namun, ular naga itu tetap saja menggangu Sunan Gunung Jati.
Maka setelah selesai berdzikir, Sunan Gunung Jati menangkap ular tersebut, dengan posisi kepala dibawah sementara ekornya diarahkan ke arah atas langit.
Tiba-tiba, ular naga raksasa yang dalam genggaman Sunan Gunung Jati berubah menjadi sebilah keris, tanpa gagang dan werangka (sarung).
Setelah peristiwa itu, Sunan Gunung Jati pulang ke Keraton, di sana ia memerintahkan Ki Bengkok agar membuatkan gagang dan werangka keris yang baru saja Sunan Gunung Jati peroleh ketika shalat di sepertiga malam bulan Ramadan.
Dengan cepat Ki Bengkok menuruti perintah rajanya, gagang keris yang dibuat oleh Ki Bengkok berbahan kayu kemuning, sementara werangkanya terbuat dari kayu khuldi.
Pada saat salat Idul Fitri dilaksanakan, Sunan Gunung Jati membawa keris itu dalam pinggangnya.
Keris itu kemudian dinamai oleh Sunan Gunung Jati dengan nama Keris Sang Hyang Naga karena keris tersebut mulanya berwujud seekor naga besar.
Konon kemudian, keris Sang Hyang Naga dijadikan sebagai pusaka pribadi oleh Sunan Gunung Jati.
Pusaka sakti mandraguna
Keris ini dalam catatan yang lain disebutkan sangat bertuah, bahkan keris inilah yang nantinya digunakan oleh Sunan Kudus untuk mengeksekusi mati Syekh Siti Jenar.
Diceritakan pula pada pupuh LVI.13 - LVIII.06, Naskah Mertasinga, bahwa suatu hari Sunang Gunung Jati pergi bertafakur sambil membawa keris Sang Hyang Naga ke Gunung Jati.
Selain itu, Sunan Gunung Jati juga sempat menulis surat di Gunung Jati dengan menggunakan daun sebagai kertasnya, surat itu ditujukan kepada anaknya di Banten yang isinya meminta Sunan Sebakingkin, agar menyuruh cucunya yang bernama Kapil (nama panggilan untuk Maulana Muhammad) untuk pergi menunaikan ibadah haji, sebab dialah yang kelak akan menjadi raja.
Surat itu dibawa terbang oleh keris Sang Hyang Naga menuju Banten. Keris itu terbang dengan cepat, cahayanya terang bagaikan andaru (bintang jatuh) di tengah malam.
Sesampainya di Banten keris itu turun di istana Banten. Semua yang ada di Dalem Puri terkejut melihatnya, mereka mengira bahwa ada bintang jatuh.
Keris tersebut jatuh di hadapan Pangeran Sebakingkin. Dengan penuh ketakjuban Sunan Banten melihat keris yang jatuh di hadapannya itu, dia mengetahui bahwa itu adalah Keris Sang Hyang Naga milik ayahandanya. Segera surat itu dibacanya, yang isinya minta agar cucunya disuruh naik haji.
Dikabarkan, saat itu juga Sunan Banten langsung membalas surat tersebut dan menyatakan akan melaksanakan perintah Sunan Gunung Jati. Surat balasan itu juga kembali dibawa terbang oleh keris Sang Hyang Naga.
Setelah mendapat surat balasan dari anaknya, singkat cerita, Sunan Gunung Jati yang masih berada di Gunung Jati dan sudah berusia 120 tahun, dikabarkan meninggal dunia.
Sunan Kalijaga segera memberitahukan berita duka cita itu kepada seluruh sanak keluarga. Tak lama, para santri dan para sanak saudara semua menangis dengan sedihnya, mereka bingung ketika mengetahui bahwa jenazah Sinuhun telah tiada. Dikabarkan, jenazah Sunan Gunung Jati dibawa para malaikat ke langit.
Ketika Sunan Kalijaga, Syekh Datuk Khofi, dan Pangeran Machdum tiba di Gunung Jati, mereka hanya melihat wangkingan (ikat pinggang) dan jubah Sunan Gunung Jati saja.
Lalu, Sunan Kalijaga segera menyingsingkan lengan bajunya untuk menggali liang lahat. Kepada Syekh Datuk Khofi dan Pangeran Machdum, Sunan Kalijaga berkata, "Biarlah kalian jangan ikut-ikut, biar aku sendiri saja yang menguburkan pakaian itu".
Pakaian Sunan Gunung Jati itu dikuburkan dengan bentuk kuburan yang tak terlihat karena diratakan lagi dengan tanah. Hanya tandanya ialah bahwa tak akan ada daun yang jatuh keatas kuburan ini.
Sementara, saat Tubagus Pase datang ke Gunung Jati bersama para sentana mantri, mereka menemukan Keris Sang Hyang Naga dan tasbih milik Sunan Gunung Jati.
Keris pusaka itu menggelantung di udara, merah membara bagaikan bintang jatuh, sedangkan tasbihnya kemudian segera dikuburkan. Tempat itu kemudian direka-reka menjadi berbentuk makam.
Sementara Nyi Mas Putri Jangkung, kemudian tinggal disana menunggui kuburan suaminya dengan penuh kasih sayang.
Adapun Keris Sang Hyang Naga kemudian terbang melesat ke langit bagaikan bintang dan jatuh masuk ke Dalem Agung (yang kini berada di kompleks Keraton Kasepuhan), dan Keris Sang Hyang Naga itu menghilang di sana. (*)
Belum ada Komentar untuk "KISAH Sunan Gunung Jati Taklukkan Naga Raksasa yang Berubah Manjadi Pusaka Sakti Mandraguna"
Posting Komentar