Yusuf al-Qaradawi Ulama Ikhwanul Muslimin Meninggal Dunia, Sebut Nahdlatul Ulama Dinamo Islam
Yusuf al-Qaradawi ulama dan tokoh Muslim Sunni paling berpengaruh saat ini meninggal dunia.
Syekh Yusuf al-Qaradawi meninggal dunia dalam usia 96 tahun, Senin (26/9/2022) di Qatar.
Syekh Yusuf al-Qaradawi cendekiawan Mesir selama ini tinggal di Qatar adalah ketua Persatuan Cendekiawan Muslim Internasional.
Dia juga juga seorang pemimpin spiritual untuk Ikhwanul Muslimin yang paling berpengaruh.
Kematiannya pada hari Senin diumumkan di akun Twitter resminya.
Demikian berita terkini Wartakotalive.com bersumber dari Aljazeera.com.
Sebut NU Dinamo Kebangkitan Islam
Nama Syekh Yusuf al-Qaradawi cukup terkenal di dunia Islam, termasuk di Indonesia.
Tokoh-tokoh Islam di Indonesia pun mengucapkan duka cita atas berpulangnya ulama yang pernah ke Indonesia ini.
Tuan Guru Bajang Muhammad Zainul Majdi menyebut Yusuf Al-Qardhawy sebagai mahaguru.
Jejak pemikiran dan dakwahnya membentang jelas. Syekh Yusuf ikut membentuk pemikiran Islam kontemporer.
"Terlepas dari pro kontra, Syekh Yusuf menorehkan banyak karya besar seperti buku Fikih Zakat, Fikih Prioritas, Islam dan Seni, dan ratusan buku lain," ujar TGB Zainul Majdi melalui akun instagramnya.
Syekh Yusuf Qaradawi merupakan ulama kelahiran Mesir pada 9 September 1926 yang sangat produktif menulis kitab dalam berbagai bidang keilmuan.
Kitab-kitabnya juga sudah banyak yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, demikian tulis NU Online .
Menurut catatan NU Online, pada tahun 2007 silam, Syeikh Yusuf al-Qaradawi pernah mengunjungi kantor Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) di Jalan Kramat Raya, Jakarta Pusat.
Sang Syekh datang bersama Menteri Agama RI Maftuh Basyuni disambut hangat oleh para pengurus NU, antara lain, KH Hasyim Muzadi, KH Ma’ruf Amin, KH. Said Aqil Siroj, KH Maghfur Utsman, dan KH Nazaruddin Umar.
Dalam lawatan tersebut, Syeikh Yusuf Qaradawi mengajukan pesan, agar NU mampu menjadi "dinamo" bagi kebangkitan umat Islam di Indonesia dan dunia.
Menurutnya Indonesia sebagai negeri Muslim terbesar di dunia mempunyai kekayaan alam dan sumber daya manusia yang sangat potensial untuk “memenangkan” umat Islam dari tekanan dunia internasional.
“Tapi tanpa mesin pengerak semua itu tidak akan bias jalan. Ada satu kekuatan lagi yang lebih besar dimiliki oleh NU yakni kekuatan rohani,” kata Syeik Qaradawi saat itu.
Al-Qaradawi, yang sebelumnya tampil reguler di Al Jazeera Arab untuk membahas masalah agama, menjadi pembawa acara program TV populer, “Shariah and Life,” di mana ia menerima telepon dari seluruh dunia Muslim, mengeluarkan keputusan teologis dan menawarkan nasihat tentang segala hal mulai dari politik global hingga aspek duniawi kehidupan sehari-hari.
Al-Qaradawi sangat kritis terhadap kudeta yang menggulingkan presiden pertama Mesir yang terpilih secara demokratis, Mohamed Morsi, pada 2013.
Morsi telah menjadi anggota Ikhwanul Muslimin sebelum dia menjadi presiden, dan didukung oleh gerakan tersebut.
Al-Qaradawi tidak dapat kembali ke Mesir setelah penggulingan Morsi karena penentangannya terhadap Presiden Mesir Abdel Fattah el-Sisi.
Pemimpin agama itu sebelumnya berada di pengasingan dari Mesir sebelum revolusi 2011 yang menggulingkan mantan Presiden Hosni Mubarak.
Kematiannya memicu reaksi keras di seluruh dunia Muslim, ketika orang-orang turun ke media sosial untuk meratapi kematiannya.
Ikhwanul Muslimin, yang didirikan di Mesir dan memiliki cabang di seluruh wilayah, memainkan peran besar dalam pemberontakan 2011 yang mengguncang Timur Tengah dan menyebabkan demonstrasi meluas di beberapa negara di seluruh wilayah.
Al-Qaradhawi telah diadili dan dijatuhi hukuman mati secara in absentia di Mesir.
Jamal El Shayyal dari Al Jazeera, mengatakan bahwa Qaradawi menulis “lebih dari 120 buku dan lebih dari 50-60 publikasi lain yang berbicara kepada sebagian besar komunitas Muslim global”.
“Dia mungkin adalah cendekiawan Muslim paling internasional yang dimiliki Islam di zaman modern – mungkin satu-satunya yang paling berpengaruh karena dia tidak membatasi ajarannya pada bagian tertentu dari Islam,” katanya.
Qaradawi sering berbicara tentang isu-isu modern, termasuk segala sesuatu mulai dari “perbolehan hubungan hingga pemilihan umum dan demokrasi hingga masalah keadilan sosial,” tambah El Shayyal.
Lahir pada tahun 1926, ketika Mesir masih di bawah kekuasaan kolonial Inggris, Al-Qaradhawi menggabungkan pendidikan agama dengan aktivisme anti-kolonial selama masa mudanya. Aktivismenya melawan pendudukan Inggris dan kemudian, hubungannya dengan Ikhwanul Muslimin menyebabkan penangkapannya beberapa kali selama tahun 1950-an.
Dia pindah ke Qatar pada awal 1960-an ketika dia diangkat menjadi Dekan Fakultas Syariah di Universitas Qatar dan kemudian diberikan kewarganegaraan Qatar.
Ibrahim Salah Al-Nuaimi, ketua pusat internasional untuk dialog antaragama Doha, menggambarkan Qaradawi sebagai “cendekiawan besar dan moderat”.
“Dia bekerja erat dengan banyak perwakilan dari agama yang berbeda untuk menyatukan harmoni dan untuk benar-benar menghentikan pidato kebencian” yang kadang-kadang akan muncul di antara agama yang berbeda,” kata Al-Nuaimi kepada Al Jazeera.
Salah satu karya awal yang terkenal adalah buku Fiqh al-Zakat tahun 1973. Al-Qaradhawi juga berusaha untuk menafsirkan kembali aturan sejarah hukum Islam untuk lebih mengintegrasikan Muslim dalam masyarakat non-Muslim.
Dia mendukung pemboman bunuh diri terhadap Israel dalam Intifada Kedua dan juga menyuarakan dukungan untuk pemberontakan Irak yang meletus setelah invasi pimpinan AS tahun 2003 menggulingkan Saddam Hussein.
Sikapnya terhadap kedua masalah itu membuatnya mendapat kekejian yang sudah berlangsung lama di Barat.
Pada tahun 2009, agen keamanan internal Israel Shin Bet menuduh al-Qaradawi mengalokasikan $21 juta untuk amal yang didanai oleh Hamas untuk mendirikan infrastruktur militan di Yerusalem.
Belum ada Komentar untuk "Yusuf al-Qaradawi Ulama Ikhwanul Muslimin Meninggal Dunia, Sebut Nahdlatul Ulama Dinamo Islam"
Posting Komentar