KISAH PILU Stadion Kanjuruhan, Seorang Ayah Cari Anaknya Sembari Membuka 50 Kantong Jenazah

 


Peristiwa kelam yang terjadi 1 Oktober 2022, di Stadion Kanjuruhan, Malang, membuat duka lara. 

Bagaimana tidak, ratusan nyawa hilang tatkala kerusuhan usai pertandingan Arema FC vs Persebaya Surabaya. 

Tragisnya banyak anak-anak menjadi korban luka-luka, dan bahkan jadi korban meninggal dunia. 

Tentu saja ini, menjadi kabar buruk dunia sepak bola tidak hanya di Indonesia namun dunia. 

Dilansir dari Tribunlampung.co.id, ada kisah pilu dari kabar seorang ayah yang mencari keberadaan anaknya.

Di mana anaknya jadi korban tragedi maut saat laga Arema FC vs Persebaya Surabaya di Stadion Kanjuruhan.

Ayah ini bernama Sugeng.

Ia sampai harus membuka 50 kantong jenazah, untuk menemukan anaknya, RDN.

Sugeng sempat mencari anaknya di seputar Stadion Kanjuruan, dan kaget melihat kondisi stadion sudah porak-poranda.

Sugeng juga keliling di 5 rumah sakit di Malang, tapi tak kunjung menemukan putranya hingga pagi hari.

Sugeng bahkan sampai harus memeriksa 50 kantong jenazah, di rumah sakit demi menemukan anaknya tersayang.

Sugeng membuka kantong mayat satu per satu, karena jenazah anaknya tak ada identitasnya.

Menurutnya, banyak korban berusia antara 8-12 tahun di RS Wava Husada.

Akhirnya sang anak berhasil ditemukan, dalam kondiri tak sadarkan diri dan mendapat perawatan di RS Saiful Anwar Kota Malang.

Remaja yang baru lulus SMA itu, menjalani perawatan medis sejak malam kelabu itu dan kini harus bernafas dengan alat bantu.

RDN masih belum bisa berkomunikasi.

Kadang RDN menangis.

Tapi, RDN lebih banyak diam.

"Kata dokter, dia kebanyakan menghirup gas air mata.

Karena bisa kena paru-paru, dan bisa sesak," kata Sugeng kepada SURYAMALANG.COM, Senin (3/10/2022).

Saat kejadian, Sugeng tidak mendapat kabar terkait anaknya sampai pukul 01.00 WIB.

Setelah pulang dari jualan nasi goreng, Sugeng langsung menuju Stadion Kanjuruhan.

Sugeng kaget melihat stadion porak-poranda.

Beberapa mobil terbakar, sampah berserekan, dan pecahan besi teronggok di sekitar stadion.

Sugeng keliling area dalam dan luar stadion untuk mencari anaknya.

Pria asal Jalan Ikan Piranha Atas, Kota Malang ini bergegas ke lima rumah sakit, mulai Gondanglegi, Pakisaji, RS Wava Husada, dan RSUD Kanjuruhan.

"Anak saya tidak aada di ruang pasien. Saya juga mencari di ruang jenazah," ungkapnya.

Sugeng membuka kantong mayat satu per satu.

"Semua jenazah tidak ada identitas," tuturnya.

Menurutnya, banyak korban berusia antara 8-12 tahun di RS Wava Husada.

Rata-rata wajah jenazah seperti hangus kena minyak panas.

Karena tidak menemukan anaknya, Sugeng minta bantuan beberapa anggota keluarganya.

Saudaranya menemukan RDN sedang dirawat di IGD RSSA.

"Barang bawaannya tidak ada. HP dan dua STNK hilang," celetuknya.

Sugeng berharap kepolisian serius mengungkap penyebab tragedi maut Arema FC vs Persebaya Surabaya.

"Tembakan gas air mata itu harus diusut. Itu yang harus diselidiki. Teman anak saya juga terganggu pernafasan," teraangnya.

Suami istri meninggal dunia, anak selamat

Tragedi Liga 1 Indonesia pasca pertandingan Arema FC vs Persebaya Surabaya, di Stadion Kanjuruhan menyebabkan seorang anak bernama Muhammad Alfiansyah yang masih berusia 11 tahun menjadi yatim piatu.

Kedua orangtua Muhammad Alfiansyah meninggal dunia, dalam tragedi maut di Stadion Kanjuruhan.

Saat kericuhan usai pertandingan bola antara Arema FC vs Persebaya Surabaya yang berlangsung di Stadion Kanjuruhan Malang.

Pasangan suami istri yang meninggal dunia dalam tragedi maut di Kanjuruhan Malang, adalah Muhammad Yulianton (40) dan Devi Ratnasari (30).

Pasangan suami istri (pasutri) asal Kota Malang, meninggal dunia usai menjadi korban kericuhan laga Arema FC vs Persebaya Surabaya.

Diketahui juga, pasutri itu menonton pertandingan tersebut bersama sang anak yang bernama Muhammad Alfiansyah yang masih berusia 11 tahun.

Salah satu saudara korban, Doni (43) menjelaskan secara detail kejadian tersebut.

"Jadi di RT 14 ini, ada sebanyak 20 orang warganya menonton langsung pertandingan di stadion. Kami menonton di Tribun 14," ujarnya saat ditemui TribunJatim.com, Minggu (2/10/2022).

Setelah pertandingan itu berakhir, sekitar pukul 22.00 WIB, kondisi di dalam stadion mendadak ricuh.

Pada awalnya, kericuhan terjadi di tengah lapangan.

Tak lama kemudian, kericuhan itu mengarah ke bagian tribun penonton.

"Saat itu, petugas keamanan menembakkan gas air mata ke arah Tribun 12.

Namun karena angin, asap dari gas air mata itu mengarah ke Tribun 14.

Asap itu membuat perih mata, dan para penonton yang ada di Tribun 14 langsung berhamburan turun untuk segera keluar stadion," jelasnya.

Doni pun langsung menggendong anaknya dan segera mengikuti para supporter yang lain untuk keluar stadion.

"Setelah itu, saya berhenti sebentar di bagian pintu keluar stadion.

Tiba-tiba, Muhammad Alfiansyah ini datang menghampiri saya.

Saya langsung tanya, kemana kedua orang tuamu kok enggak ada.

Anak itu menjawab, kalau kedua orang tuanya masih di dalam stadion," bebernya.

Tak lama setelah itu, Doni melihat keberadaan kedua korban telah ditolong oleh orang lain.

Kemudian, korban dipinggirkan keluar stadion dan dibawa ke RS Teja Husada, Kabupaten Malang.

Doni menduga, kedua korban meninggal dunia karena terinjak-injak dengan supporter lainnya yang hendak keluar dari stadion.

Sedangkan anak korban, dapat selamat setelah meminta pertolongan ke polisi.

"Kemungkinan, saudara saya jatuh dari tangga tribun lalu terinjak-injak supporter lainnya.

Saat saya lihat, bagian muka jenazah sudah pucat membiru.

Kalau anaknya, minta bantuan ke polisi yang sedang jaga di dalam stadion terus selamat," ungkapnya.

Dirinya menerangkan, almarhum Devi baru pertama kali menyaksikan pertandingan di Stadion Kanjuruhan.

Sedangkan almarhum Yulianton, sudah sering menonton sebelumnya.

"Kedua jenazah sampai rumah duka sekitar Subuh.

Rencananya, akan segera dimakamkan di TPU Mergan sekitar pukul 09.00 WIB ini," tandasnya.

Sementara itu, Wali Kota Malang Sutiaji bersama beberapa kepala OPD lainnya telah datang melayat ke rumah duka.(*)

Belum ada Komentar untuk "KISAH PILU Stadion Kanjuruhan, Seorang Ayah Cari Anaknya Sembari Membuka 50 Kantong Jenazah"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel