Melipat Waktu ke Makam Imam Syadzili Mesir, Karomah Mbah Moen Disaksikan Langsung Santrinya
KH Maimoen Zubair (Mbah Moen) adalah ulama besar Indonesia yang sekaligus mursyid tarekat Syadziliyah.
Kemursyidan Mbah Moen memang tidak masyhur, lebih luas dikenal sosok ulama yang alim berbagai ilmu keislaman.
Mbah Moen yang mursyid itu ternyata pernah disaksikan karomahnya saat ziarah ke makam Imam Syadzili, pendiri tarekat Syadziliyah.
Syaikh Abil Hasan Asy-Syadzili lahir di Ghumaroh Maroko, sebelah selatan Spanyol, dekat Samudera Atlantik (Barat). Negara Maroko termasuk dalam benua Afrika.
Imam Syadzili wafat di Humaistaroh Mesir, daerah sebelah barat Saudi Arabia. Mesir pun masuk termasuk benua Afrika.
Imam Syadzili lahir di barat, wafat di timur.
Beriku ini kisah selengkapnya.
Sebagai Mursyid Syadziliyyah, Mbah Moen menyempatkan diri untuk berkunjung ke tempat lahir serta berziarah ke maqbaroh Syaikh Abil Hasan Asy-Syadzily.
Pada tahun 2005 Mbah Yai berkunjung ke Luxor dan Aswan Mesir. Setelah itu beliau ziarah maqbaroh Syaikh Abul Hasan Asy-Syadzily.
Hal itu seperti diceritakan oleh Dr. KH. Fadlolan Musyaffa’.
Mas Fadlolan, sapaannya, berkhidmah tiga kali saat Mbah Yai Maimoen tiap kali ke Mesir. Mbah Yai diagendakan ziarah wisata ke Luxor dan Aswan didampingi Ibu Nyai Heni Maryam.
Saat di ruang boarding Airport Cairo, Mbah Yai berkata kepada Mas Fadlolan: “Mas Fadlolan, nanti kita ziarah ke Imam Syadzily ya…!!!”.
Ajakan itu terasa berat bagi Mas Fadlolan, karena tiket pesawat PP Ciro-Luxor-Cairo sudah dibeli.
Biasanya kalau ziarah ke makam Imam Syadzili, mesti nginap, karena perjalanan tidak cukup pulang-pergi sehari semalam.
Jarak tempuh Cairo Luxor +- 900 km dengan pesawat terbang, Luxor Humaisarah perkampungan Imam Syadzili +-400 km dengan jalan darat.
Jalan sepi tidak begitu baik aspalnya. Maklum bukan jalur wisata turis.
Yang paling aneh jalur ini tidak ada fasilitas kehidupan (tidak ada listrik, air, sinyal telpon, pom bensin, toilet, warung, dan lain-lain. Tidak ada sama sekali).
Akan tetapi saat itu perjalanan bersama Mbah Yai berangkat pukul 07.00 kembali pukul 20.00.
Mas Fadlolan memang sudah berniat untuk berkhidmah kepada Mbah Yai, maka ia pun melepon seorang kawannya yaitu orang Mesir yang siap menjemput di bandara Luxor.
“Ya ammi Fauzi, hal mumkin ziarah ila al Imam Syadzili?”.
Dia jawab, “Mus mumkin/tidak mungkin”.
Tapi Mas Fadlolan mencoba meyakinkan dia berulang ulang, dan dia tetap menjawab tidak mungkin, karena dia sudah hafal ukuran kilometer perjalanan yang mesti nginap atau kalau langsung balik mesti ketinggalan pesawat dan nginap di Luxor.
Singkat cerita, Mas Fadlolan pun harus berkata: Kita coba, jika bisa PP ya alhamdulillah, bila tidak bisa ya kita nginap di Luxor dan tiket pesawat kita hangus". Akhirnya si Fauzi menyetujui.
Rombongan perjalanan yaitu Mbah Maimoen, Ibu Heny Maryam, Mas Fadlolan dan sopir tiba di bandara Luxor pukul 08.00.
Lalu mereka sarapan minum hangat sambil menunggu pintu gerbang Ma’bad Luxor atau Luxor Temple (Kuil tempat ibadah Firaun yang di Luxor) pukul 08.30 mulai masuk.
KH. Maimoen Zubair sangat mengagumi peninggalan Firaun. Beliau sambil mengajari Mas Fadlolan supaya senang sejarah peradaban.
Saking senangnya, beliau lalui dua lokasi Ma’bad Luxor sambil cerita ayat-ayat kauniyat dihubungkan dengan ayat-ayat al-Quran, sambil foto-foto yang diabadikan.
Mas Fadlolan sering mengingatkan: "Jadi ke makam Imam Syadzili Mbah Yai?".
Beliau jawab: "Iya, Jadi".
Karena sudah pukul 10.30, namun saking asyiknya, beliau tidak terasa capek. Mas Fadlolan ingatkan ulang, dan beliau berkata: "Njih monggo berangkat ke Imam Syadzili".
Tepat pukul 11.00 beliau naikkan mobil sedan Daewoo yang sering direntalnya sekalian sopirnya, lalu meluncur cepat menuju Edfo, 100 km perbatasan Luxor dengan padang pasir yang tidak ada fasilitas kehidupan.
Tiba di Edfo pukul 13.30, mereka salat jamak taqdim, lalu makan siang di warung samping mushalla tersebut. Di sinilah kekeramatan KH. Maimoen Zubair, mulai tampak.
Seorang ibu pemilik warung makan, tiba-tiba keluar membawa air botol aqua besar, seraya berkata: “Ya Syekh, ud’u li zauji, wa hua maridh” / ”Ya Syekh, doakan suami saya, ia sedang sakit”.
Beliau langsung terima botolnya dan didoakan seperti biasa tamu-tamu di ndalem Sarang pada minta doa. Lalu beliau bertanya: “Aina zajak” / ”Dimana suamimu” lalu diajak ke kamarnya disuwuk dan diolesi air yang di botol tersebut.
Saat akan pamitan, mau bayar warung, sungguh saling menjaga wirai, maunya yang punya warung tidak mau dibayar, tapi si Mbah KH. Maimoen Zubair tetap membayar.
Di situlah kekeramatan beliau terbaca oleh rombongan semua, terutama sang sopir amu/Lik Fauzi mulai kagum dan semakin percaya membawa seorang alim allamah.
Mereka meninggalkan warung pukul 14.30 menuju Humaisarah yang jaraknya sekiatar 300 km. Pukul 17.00 mereka tiba, lalu ambil wudlu dan ziarah.
Mbah Maimoen Zubair membaca Hizb Nasr, tahlil singkat dan berdoa.
Belum ada Komentar untuk "Melipat Waktu ke Makam Imam Syadzili Mesir, Karomah Mbah Moen Disaksikan Langsung Santrinya"
Posting Komentar